Sabtu, 16 Oktober 2004 | By: Eka

(Review) A Child Called "It"

#5
Judul Asli : An Inspirational Story : A Child Called "It", One Child's Courage to Survive
Judul Terjemahan : A Child Called "It" : Sebuah Kisah Nyata, Perjuangan Seorang Anak untuk Bertahan Hidup
Penulis : David Pelzer
Penerjemah : Danan Priatmoko
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Mei 2001 (Cetakan ke-7, September 2003)
ISBN : 979 - 686 - 400 - 2
Ukuran : 13,5 x 20 cm
Tebal : 184 hlm
Cover : Softcover

A Child called "It" merupakan buku pertama dari sebuah trilogi. Buku ini berdasarkan kehidupan si anak pada usia 4 - 12 tahun. Sementara buku keduanya berjudul "The Lost Boy" ditulis berdasarkan kehidupan si anak pada usia 12 - 18 tahun, dan buku ketiganya berjudul "A Man Named Dave". Dalam ketiga bukunya tersebut, David Pelzer menceritakan kisah perjuangan hidupnya.

Dalam buku pertamanya ini, David Pelzer menceritakan kehidupan masa kecilnya bersama ibunya. Dalam buku yang terdiri dari 7 bab ini, David Pelzer mengungkapkan pengalaman pahitnya semasa kecil. Bagaimana ia berjuang untuk bertahan hidup, bertahan dari setiap pukulan dan siksaan dari ibunya. Ibunya yang semula adalah seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penyayang berubah menjadi seorang ibu yang pemarah, suka memukul, dan peminum. Perubahan sikap ibunya itu membuat David sering menerima pukulan dan siksaan dari ibunya.
Ibu menampar, menonjok, dan menendangku sampai aku merangkak di lantai - hal. 36
Berbagai siksaan dan perlakuan semena-mena yang dialami oleh David membuat ia membenci orang-orang disekelilingnya. David yang sering tidak diberi makan selama berhari-hari oleh ibunya membuat David menjadi seorang pencuri makanan. Bahkan, lama-kelamaan david diperlakukan seperti seorang budak dan 'tawanan perang' di rumahnya sendiri.
Sepulang dari sekolah aku harus mengerjakan segala macam pekerjaan rumah tangga atas perintah ibu. Ketika segala macam pekerjaan rumah tangga itu selesai, aku langsung turun ke basement - disitu aku berdiri, siap sedia setiap saat dipanggil untuk membereskan meja makan setelah keluargaku selesai makan malam serta mencuci semua piring dan gelas kotor. - hal. 48
Buku ini mampu membuka wawasan kita mengenai "child abuse" dari sudut pandang anak korban penyiksaan. Namun sayangnya, dalam buku ini David tidak mengungkapkan alasan perubahan sikap ibunya, yang semula penyayang menjadi bengis dan mengerikan. Dan yang lebih mengerankan adalah mengapa ibunya hanya bersikap semena-mena kepada David, sementara kepada anaknya yang lain dapat bersikap manis. Meskipun lama-kelamaan diungkapkan pula bahwa temperamen pemarah ibu David juga berimbas pada orang-orang di sekelilingnya.
Bisa kudengar Ibu berkata kepada Ron bahwa betapa bangganya ia terhadap Ron dan betapa ia tidak perlu khawatir sama sekali bahwa Ron akan menjadi seperti David - si anak nakal. - hal. 42
Ketika membaca buku ini, kita benar-benar bisa membayangkan bahkan merasakan rasa sakit dan takut yang dialami oleh David selama mengalami penyiksaan oleh ibu kandungnya sendiri. Rasa iba sekaligus rasa kagum muncul saat membaca kisah dalam buku ini. Iba terhadap David yang seharusnya memperoleh kasih sayang dari ibunya namun justru mengalami siksaan. Kagum terhadap David karena ia mampu bertahan berjuang mempertahankan hidupnya sehingga ia berhasil selamat. Buku ini sungguh mampu memberi kita suatu pelajaran berharga mengenai "child abuse".

Bandung, Oktober 2004

0 komentar:

Posting Komentar