Rabu, 29 Oktober 2003 | By: Eka

[Review] Shiloh: Persahabatan Sejati

#2
Judul Asli            : Shiloh
Judul Indonesia   : Shiloh : Perhabatan Sejati
Penulis                : Phyllis Reynolds Naylor
Penerjemah         : Ibnu Setiawan
Penerbit              : Penerbit Kaifa
Tahun Terbit        : 2003 (Cetakan I, Juli 2003)
ISBN                  : 979-9452-66
Tebal                   : 166 hlm
Dimensi               : 20 x 13 x 0,8 cm
Cover                 : Softcover

Buku ini merupakan buku pertama Trilogi Shiloh yang ditulis oleh Phyllis Reynolds Naylor. Buku kedua dan ketiga masing-masing berjudul Shiloh Season dan Saving Shiloh. Buku ini dipersembahan untuk Frank dan Trudy Madden dan seekor anjing bernama Clover. Buku trilogi Shiloh ini diinspirasi dari kisah penulis yang bertemu dengan seekor anjing betina berwarna cokelat dan putih yang pemalu dan ketakutan, ketika mengunjungi Keluarga Medden di West Virginia. 

Dalam buku pertama trilogi Shiloh ini dikisahkan persahabatan Marty, seorang anak laki-laki berusia 11 tahun, dan seekor anjing beagle jantan berwarna putih dengan totol cokelat dan hitam. Marty bertemu dengan anjing tersebut pada hari minggu sore ketika Marty mendaki bukit di sekitar rumahnya. Anjing tersebut dengan cepat mendatangi Marty ketika tanpa sadar ia bersiul. Anjing itu terus mengikuti Marty hingga pulang ke rumah. Anjing yang telah merebut hatinya dan ia beri nama Shiloh itu ternyata milik Judd Travers, seorang pemburu yang tak segan menyiksa binatang. 
 
“… sebelum aku sempat memberinya belaian terakhir, Shiloh melompat dari pangkuanku, dan disambut oleh kaki kanan Judd. Ia mendengking dan kabur ke belakang trailer, ekornya terkulai ke bawah dengan perut menempel di tanah.” (hlm 25)

Meskipun ide pokok cerita dalam buku ini tergolong cukup sederhana, buku ini mampu menghadirkan ketegangan dan rasa haru yang ditimbulkan oleh usaha Marty dalam melindungi Shiloh.

“Lalu, aku mendengar suara dengkingan, suara dengkingan yang keras, lalu suara geraman dan raungan, lalu tiba-tiba seluruh tempat dipenuhi oleh suara dengkingan, dan mungkin suara paling buruk yang pernah kaudengar. Suara seekor anjing yang sedang kesakitan.” (hlm 95).

Selain itu, dengan tangkas buku ini juga mampu menggambarkan kegigihan Marty yang rela melakukan apa saja mulai mengumpulkan kaleng bekas hingga bekerja dua jam per hari selama 10 hari dengan bayaran dua dolar per jam demi mengambil Shiloh dari tangan Judd Travers.

“Aku mencangkul hingga kedua tangganku melepuh, keringat membasahi punggungku. Seandainya saja aku bisa mengerjakan pekerjaan ini pada dini hari sebelum matahari menyengat. Tetapi, aku tidak berkeluh kesah. Akhirnya, kulepaskan kausku, membebatkannya di kepala agar keringat tidak masuk ke mata, dan aku terus bekerja.” (hlm 151)

Buku ini juga mampu menghadirkan pesan moral bahwa sesorang akan melakukan kebohongan lagi untuk menutupi kebohongan yang telah ia lakukan sebelumnya.

“Lucu juga bagaimana satu kebohongan bisa berlanjut menjadi kebohongan yang lain, dan tanpa kausadari seluruh hidupmu hanya berisi kebohongan.” (hlm 63)

Secara keseluruhan, buku ini mampu mendiskripsikan suasana hati dan perasaan Marty terhadap keselamatan Shiloh dengan detail, sehingga ketika membaca buku ini kita akan ikut terhanyut dalam suasana dan perasaan Marty. Namun sayang, karakter dan jalan pikiran Marty yang digambarkan dalam buku ini terlalu dewasa untuk seorang anak yang baru berusia sebelas tahun.

Yogyakarta, 29 Oktober 2003
 

0 komentar:

Posting Komentar