Minggu, 26 Oktober 2003 | By: Eka

Review: Skipping Christmas

#1
Judul Asli          : Skipping Christmas
Judul Indonesia : Absen Natal
Penulis              : John Grisham
Alih Bahasa      : Budiyanto T. Pramono
Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit      : 2003
ISBN               : 979 - 22 0159 - 9
Tebal               : 236 hlm
Dimensi           : 18 x 11 x 1 cm
Cover              : Softcover

Buku ini mengisahkan sebuah keluarga yang bermaksud melewatkan Natal. Keluarga Krank tidak akan ikut dalam kemeriahan dan pesta pora Natal. Bayangkan kalau tahun ini tidak ada Natal, tak ada orang yang berdesak-desakan di mal, tak ada lagi pesta kantor yang konyol, fruitcake yang berakhir di keranjang sampah, dan hadiah-hadiah  yang tak berguna. Itulah yang ada dalam benak Luther dan Nora Krank ketika mereka memutuskan untuk absen natal.

Berbeda dari karya John Grisham yang biasanya bergenre misteri atau thriller, Skipping Christmas justru bergenre komedi. John Grisham begitu detail menggambarkan setiap adegan dalam buku ini, sehingga kita akan dengan mudah membayangkan setiap adegan dan peristiwa kocak yang tejadi. 

Kisah dimulai dari ruang tunggu bandara pada Hari Minggu setelah Thanksgiving. Luther dan Nora Krank mengantarkan kepergian putri mereka, Blair, untuk menjadi relawan di Peru bagian Timur untuk Peace Corps.  Dalam perjalanan pulang dari bandara, unsur komedi mulai disisipkan, terutama dalam tindakan-tindakan Luther dan kekesalan Luther karena harus berhadapan dengan kemacetan dan kerumunan orang di sebuah toko yang harus didatanginya dalam perjalanan pulang itu. Dalam kekesalannya itulah, muncul dalam benak Luther untuk menghindari Natal.
 “Jentikkan jari dan – “tak” – langsung sudah 2 Januari. Tak ada pohon Natal, tak ada shopping, tak ada kado-kado yang tak ada gunanya, tak ada tip-tipan, tak ada ruangan berantakan penuh bungkus kado, tak ada macet dan orang berjubel, tak ada fruitcake, tak ada minuman keras dan ham yang sebenarnya tak perlu, tak ada pemborosan uang. Daftarnya bertambah panjang. Ia merapatkan tubuhnya ke setir, tersenyum, menunggu kakinya kering, memimpikan betapa enaknya kalau bisa menghindar.” (hlm 17)
Bagaimana Luther mewujudkan keinginannya untuk menghindari Natal digambarkan dengan begitu runtut dan logis. Dimulai dari mengumpulkan data-data pengeluaran untuk natalan tahun lalu sehingga diperoleh fakta bahwa $6.100 hanya untuk natalan, mendatangi kantor biro perjalanan di atrium bangunan kantornya, dan akhirnya memutuskan untuk berlibur dengan kapal pesiar ke Island Princess pada saat Natal hingga menyakinkan Nora untuk menyetujui rencananya. Setiap tindakan Luther meyakinkan Nora akan rencananya diceritakan dengan sangat lugas dan rinci, sehingga kita dengan pasti dapat membayangkan situasi yang terjadi saat itu.
“Luther meletakkan map itu, dan gesit bak seorang pesulap, menyajikan Island Princess ke hadapan istrinya. Brosur-brosur memenuhi meja. ……. Luther meluncur ke ruang kecil, menekan tombol Play, menunggu pembukaannya, menyetel volumenya, lalu meluncur balik ke dapur. “ (hlm 27)
Secara lengkap, usaha Luther dan Nora menghindari natal diceritakan satu per satu sehingga kita bisa mengetahui rutinitas natal yang dijalani oleh Luther dan Nora tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana Luther dan Nora menghadapi berbagai tantangan karena rencana mereka untuk menghindari natal digambarkan dengan sangat kocak. Diceritakan bahwa mereka bicara berbisik-bisik dan berjalan mengendap-endap di rumah mereka sendiri. Uniknya, buku ini bukan hanya fokus pada konsekuensi yang harus diterima Luther dan Nora karena rencana absen natal mereka, tetapi kehebohan Luther dan Nora dalam menyiapkan rencana liburan mereka juga diceritakan dengan rinci, mulai diet menurunkan berat badan hingga mencoklatkan kulit mereka.

Meskipun buku ini bergenre komedi, tidak semua semua bagian mengandung unsur komedi, bahkan ada bagian yang cenderung serius, menegangkan dan haru. Dengan begitu lihai John Grisham menggabungkan setiap unsur tersebut sehingga buku ini tidak terkesan monoton dan membosankan. Ketegangan dan komedi muncul secara bersamaan menjadi satu ketika pada akhirnya Luther harus memasang Frosty, ornamen khas Natal di jalan Hemlock, jalan dimana rumah Luther dan Nora berada, tepat di malam Natal.  Bagaimana ia harus merangkak ke atas atap dengan Frosty menempel dipunggungnya disertai dengan pikiran bahwa tetangganya akan mencibirnya. Bagian menegangkan ketika Luther tanpa sengaja menginjak gumpalan es dan tergelincir sehingga menyebabkan Frosty terguling dan Luther menyusul dibelakangnya dengan kepala lebih dulu. Unsur komedi muncul pada bagian akhir ketika disebutkan bahwa tetangga Luther melihat bagaimana Luther meluncur seperti mengejar Frosty.
“Menyaksikan Luther meluncur terbang menuruni atap dengan tertelungkup, seakan sedang mengejar Frosty-nya yang kabur, Walt Scheel tak tahan lagi. Ia tertawa sampai sakit perut dan terbungkuk-bungkuk.” (hlm 202)
Selain itu, unsur komedi juga muncul ketika seorang anak lebih iba pada Frosty yang jatuh daripada Luther yang tergantung dengan posisi kepala dibawah dengan tambang nilon menjepit dagingnya di seputar mata kaki.
“”Frosty yang malang,” Luther mendengar salah seorang anak berkata. Frosty yang malang apa, kamu goblok, ingin dijawabnya begitu.” (hlm 203)
Secara keseluruhan, novel ini tergolong ringan untuk dibaca dan dapat diselesaikan dalam sekali duduk. Desain cover yang menggambarkan setting tempat, Hemlock Street, dimana Keluarga Krank tinggal, dimana terdapat satu rumah tanpa pernak-pernik dan hiasan Natal, milik keluarga Krank, sangat membantu imajinasi pembaca. Namun sayang, unsur komedi sebagian besar hanya terpusat pada Luther, sebagai tokoh utama dan karakter setiap tokoh tidak digambarkan dengan detail sehingga agak sulit membayangkan tokoh tersebut seperti apa, hanya pada bagian akhir saja disebutkan usia Luther sekitar 54 tahun.

Yogyakarta, 26 Oktober 2003
 
 

0 komentar:

Posting Komentar